Ibnu Batutah di Alexandria tiba pada tanggal 5 April 1326. Ia berdecak kagum akan keindahan kota tersebut. Dalam narasinya, ia menyebutkan bahwa Alexandria dibangun dengan sangat baik. Ada empat gerbang yang membentengi kota ini, yakni Gerbang Barat, Gerbang Laut, Gerbang Rosetta, dan Gerbang Hijau. Saat ini, nama-nama gerbang tersebut diabadikan sebagai nama-nama jalan di sana. Selain itu, di Alexandria juga terdapat nama jalan Ibnu Batutah sebagai bentuk penghargaan kepada sang pengelana.
Tidak hanya mengagumi ke-empat gerbang tersebut, Ibnu Batutah juga takjub dengan pelabuhannya yang megah. Menurutnya, pelabuhan Alexandria termasuk salah satu pelabuhan termegah yang pernah dilaluinya. Pelabuhan ini sama megahnya dengan Pelabuhan Kawlam dan Calicut di India, pelabuhan di Sudaq di Turki, dan juga pelabuhan Zaytun di China.
Setelah mengagumi keindahan kota dan kemegahan pelabuhannya, Ibnu Batutah mengunjungi sebuah mercusuar. Ia menarasikan mercusuar ini sebagai bangunan yang tinggi dan di dalamnya memiliki banyak ruangan. Ibnu Batutah juga pernah kembali ke mercusuar ini pada tahun 1349. Namun sayangnya, mercusuar ini telah runtuh.
Baca Juga: Ibnu Batutah dan Kisah Awal Perjalanannya
Saat Al-Malik an-Nasir membangun kembali mercusuar tepat di samping mercusuar yang runtuh itu, badan Al-Malik an-Nasir telah berpisah dengan ruhnya sebelum pembangunannya selesai.
Ibnu Batutah di Alexandria juga mengagumi tiang marmer yang disebut dengan “Pilar Tiang”. Istilah lain tiang ini adalah “Pilar Pompey”, tiang ini diperkirakan dibangun pada masa akhir zaman Romawi. Keberadaan tiang tersebut sangat menyita perhatiannya karena tiang itu berdiri tegak di atas alas tiang batu persegi.
Ramalan Sufi Saleh
Di Alexandria, Ibnu Batutah menikmati hari-harinya dengan bahagia. Ia bertemu dengan seorang terpelajar yang anehnya belum pernah ia melihat si terpelajar ini menggunakan serban dengan ukuran di luar nalar. Keheranannya semakin tegas karena selama perjalanannya baik ke Timur maupun Barat, belum ada seorang pun yang ia jumpai mengenakan hiasan kepala yang lebih besar dari yang dipakai oleh di orang terpelajar itu.
Tapi bukan itu yang penting diceritakan. Ibnu Batutah di Alexandria bertemu dengan seorang sufi yang teramat saleh dan telah mengubah jalan hidupnya. Sufi saleh itu bernama Burhanuddin. Sang sufi menjamu dirinya selama 3 hari.
Pada suatu hari, sang sufi berkata kepada Ibnu Batutah, “Aku melihat kau suka berjelajah ke negeri-negeri asing.”
“Ya, benar,” jawab Ibnu Batutah.
“Kau kelak akan bertemu dengan saudara-saudaraku, seperti Farid ad-Din di India, Rukd ad-Din di Sind, maupun Burhan ad-Din di China. Dan jika kau menemui salah satu dari mereka, maka sampaikan salamku kepada mereka,” kata Burhanuddin yang membuat Ibnu Batutah kagum.
Saat mendengarkan nama-nama tersebut dan daerah-daerah itu, terlintas lagi dalam benak Ibnu Batutah untuk tetap melanjutkan perjalanannya. Ia bertekad tidak akan berhenti sampai ia benar-benar bertemu dengan ketiga orang tersebut.
Pertemuannya dengan sang sufi saleh ini semakin memantik semangat Ibnu Batutah untuk melakukan perjalanan ke negeri-negeri yang jauh. Awalnya, semangat itu sempat naik turun, apalagi mengingat kondisinya yang pernah mengalami demam saat di Bijaya.
Ibnu Batutah di Alexandria juga pernah mendengar tentang seorang syekh yang saleh, Syekh al-Murshidi. Sang syekh hanya tinggal di pedesaan terpencil. Meski demikian, sultan dan pembesar istana kerap mengunjunginya. Ibnu Batutah juga menyempatkan waktu untuk berkunjung ke sana. Ia menyusuri Damanhur hingga ke Fawwa. Saat tiba di sana, sang syekh memeluknya dan mengajaknya untuk makan.
Baca Juga: Ibnu Batutah Melaksanakan Ibadah Haji
Saat shalat zhuhur, Syekh al-Murshidi menempatkan Ibnu Batutah sebagai imam shalat. Hal demikian terjadi dalam beberapa shalat jamaah lainnya. Saat malam, sang syekh sufi nan saleh menyediakan tempat tidur yang nyaman untuk Ibnu Batutah. Karena tidurnya sangat nyaman, Ibnu Batutah bermimpi. Dalam mimpinya ia berada di atas sayap seekor burung besar. Burung itu menerbangkannya ke Mekkah, lalu Yaman, lalu ke arah timur, arah selatan, dan berakhir di sebuah negara yang hijau dan tampak gelap.
Keesokan harinya, Ibnu Batutah menceritakan mimpinya kepada sang syekh. Mendengar kisah mimpi yang sangat seru itu, Syekh al-Murshidi menafsirkannya dengan tegas. “Kau akan melaksanakan ibadah haji ke Mekkah dan menziarahi makam Nabi. Lalu kau akan melanjutkan perjalanan hingga ke Yaman, Irak, Turki, bahkan hingga ke India. Di India kau akan berada dalam jangka waktu lama. Di sana pula kau akan bertemu saudaraku Dilshad, orang India. Dialah yang kelak akan menyelamatkanmu dari kehancuranmu.”
Ibnu Batutah di Alexandria mendapatkan banyak jatah makanan sebelum ia melanjutkan perjalanan ke tempat lain. Tafsiran dari mimpi-mimpinya dan ramalan sufi saleh menjadi bekal batin bagi perjalanan panjangnya bersama rombongan pengelana lainnya. []