Ibnu Batutah melaksanakan ibadah haji ke Mekkah dengan melakukan perjalanan yang ternyata memantik jiwanya untuk berkelana ke seluruh dunia.
Dalam catatan Ar-Rihlah, Ibnu Batutah mulai meninggalkan Tangier, kota kelahirannya pada hari Kamis tanggal 2 Rajab 725 H. Jika mengikuti penanggalan masehi tepat pada tanggal 14 Juni 1325. Jika merujuk pada penanggalan Hijriah, umurnya saat itu adalah 22 tahun, sedangkan menurut penghitungan matahari, umurnya sekira 21 tahun.
Ibnu Batutah melaksanakan ibadah haji sendirian. Tidak handai taulan maupun sahabat karib, apalagi rombongan kafilah yang akan menemaninya ke sana. Tekadnya sudah bulat yakni untuk beribadah kepada Tuhannya. Oleh karena orangtuanya masih hidup, perpisahan mereka sangat mengharukan.
Kota pertama yang disinggahinya adalah Tilimasan. Penguasa kota tersebut saat itu bernama Sultan Tashifin. Selama tiga hari ia berada di sana untuk mengumpulkan perbekalan menuju perjalanan selanjutnya, yakni persinggahan di Kota Miliana. Selama 10 hari ia berada di sana bersama utusan dari Sultan Tunis. Ia melihat utusan tersebut saat di Tilimsan dan menyusul mereka ke Miliana. Sayangnya, salah satu utusan tersebut meninggal dunia karena jatuh sakit akibat musim panas.
Baca Juga: Ibnu Batutah dan Kisah Awal Perjalanannya
Ibnu Batutah melaksanakan ibadah haji dengan tekad yang mantap. Setelah berpisah dari rombongan utusan Sultan Tunis, ia bergabung bersama sekelompok pedagang. Tempat persinggahan selanjutnya adalah Bijaya yang saat itu dipimpin oleh Ibnu Sayyid an-Nas.
Penguasa Bijaya ini agak otoriter. Di dalam rombongan mereka, terdengar oleh Ibnu Sayyid an-Nas tentang uang 3.000 dinar milik seorang pedagang yang meninggal dunia. Rencananya uang itu akan diserahkan kepada ahli waris. Namun sayang sekali, Ibnu Sayyid an-Nas menyita uang tersebut.
Di Bijaya ternyata Ibnu Batutah mengalami demam yang luar biasa. Oleh pedagang lain menyarankan agar dia beristirahat di sini selama beberapa hari. Tapi tekad Ibnu Batutah melaksanakan ibada haji tidak bisa dibendung oleh apa pun, termasuk penyakit demam.
Di Konstantin, kota persinggahan lainnya, rombongan Ibnu Batutah basah kuyup oleh hujan. Tenda tempat mereka beristirahat tidak mampu menahan air hujan yang deras. Penguasa Konstantin mengetahui hal tersebut dan segera mengirimkan bantuan untuk rombongan tersebut.
Kebaikan Sultan di Konstantin menghantarkan mereka tiba di Bona. Setelah beberapa hari menetap di Bona, romongan Ibnu Batutah kembali melanjutkan perjalanan. Selama di sini, Ibnu Batutah mengalami kesepian yang luar biasa. Ia harus berpisah dengan rombongan besar dan dengan rombongan kecil perjalanan dilanjutkan kembali. Di sini, Ibnu Batutah diserang demam hebat. Karena lemahnya fisik sang pengelana, Ibnu Batutah mengikatkan tubuhnya ke punggung unta.
Menjadi Kadi Kafilah Haji
Saat rombongan tiba di Tunis, penguasa saat itu bernama Abu Yahya putra Abu Zakariya II. Kebetulan saat itu telah datang hari raya idul fitri. Para penduduk merayakannya dengan meriah. Ibnu Batutah ikut larut dalam perayaan tersebut.
Setelah itu, rombongan ibadah kafilah haji yang hendak ke Hijaz mulai terbentuk. Ibnu Batutah ditunjuk sebagai kadi kafilah haji. Mereka mulai meninggalkan Tunis untuk melanjutkan perjalan ke Tanah Suci. Tujuan selanjutnya adalah Tripoli. Namun sebelumnya, Ibnu Batutah telah membuat pernjanjian nikah di Sfax dengan puteri salah satu pejabat pemerintah di Tunis.
Gadis itu diantarkan ke Tripoli. Sayangnya, pernikahan itu tidak berlangsung lama. Ada perselisihan yang melibatkan ayah si gadis sehingga Ibnu Batutah harus berpisah dengan sang gadis. Meskipun pernikahannya gagal, Ibnu Batutah kembali menikah dengan puteri seorang penuntut ilmu dari Fez. Kafilah itu mengadakan pesta pernikahan yang meriah. Sebagai kadi kafilah haji, tentu sangat mudah baginya untuk mendapatkan kepercayaan dari para orang tua yang ingin “menitipkan” anaknya kepada Ibnu Batutah. []