Kisah Lain dari Terbentuknya Uang

terbentuknya uang
terbentuknya uang

Terbentuknya uang memiliki beragam kisah yang menarik. Para sejarawan terus menggali tentang asal usul uang. Kita tahu uang begitu berarti bagi orang-orang. Sebagian dari mereka menganggap bahwa uang adalah segalanya dalam kehidupan. Ia bisa menjadi tujuan hidup, motivasi bagi seseorang untuk terus mengumpulkan uang, dan bisa menjadi ukuran kesuksesan seseorang.

Tapi sebaliknya, uang juga bisa menjadi petaka, keserakahan sehingga memicu konflik, dan menjadi sumber utama bagi kejahatan.

Sistem Barter

Sebelum bentuk uang seperti yang kita kenal saat ini, ternyata ada kisah lain dari terbentuknya uang yang abai kita perhatikan. Dulu sekali, nenek moyang kita menggunakan sistem barter untuk mendapatkan barang yang mereka inginkan.

Sistem ini sangat primitif dan pada akhirnya mengalami kegagalan. Konsep tentang uang telah mendapatkan perhatian serius pada masa itu di belahan dunia mana pun.

Kegagalan sistem barter ini dipicu dari kebutuhan umat manusia yang beragam. Sedangkan hasil dari produksi suatu barang sangatlah terbatas. Jika tidak ada suatu konsep yang jelas tentang uang, maka manusia akan kesulitan untuk memperoleh suatu barang yang benar-benar mereka inginkan.

Dalam sistem barter tidak ditemukannya kecocokan barang yang dibutuhkan oleh kedua pihak. Apalagi kebutuhan manusia semakin hari semakin meningkat dan berkembang secara kompleks dan variatif.

Terbentuknya Uang dari Barang yang Banyak Dibutuhkan

Manusia zaman dulu memikirkan konsep uang sebagai suatu benda yang banyak dibutuhkan dalam suatu komunitas. Antara satu komunitas dengan komunitas lain barangkali memiliki bentuk uang yang berbeda-beda. Hal ini tergantung pada barang apa yang banyak dibutuhkan. Misalnya komunitas A lebih membutuhkan ketersediaan unggas, maka uang yang diakui berupa unggas.

Di Sumeria sekitar tahun 3000 Sebelum Masehi, jelai (sejenis gandum) menjadi salah satu alat tukar yang dianggap sah pada saat itu. Jelai gandum menjadi makanan pokok bagi komunitas Mesopotamia sehingga dianggap mewakili secara global.

Tapi jelai gandum bukan satu-satunya medium perdagangan yang digunakan. Bagi masyarakat trans-Sahara, garam merupakan komoditas yang paling banyak digunakan. Manfaat garam selain untuk makanan juga dipakai sebagai pengawet makanan.

Barangkali dari sanalah muncul istilah salary dalam bahasa Inggris yang berarti gaji. Kata ini serapan dari bahasa Latin, yakni salarium yang berarti pembayaran untuk pekerjaan dengan menggunakan garam.

Baca Juga: Ibnu Batutah dan Kisah Awal Perjalanannya

Sayangnya, medium perdagangan dengan menggunakan konsep di atas ternyata tidak efektif. Belum tentu komoditas tersebut cocok dengan peradaban di belahan bumi yang lain. Apalagi komoditas yang digunakan saat itu dalam bentuk makanan sehingga terjadinya pembusukan dan tidak bertahan lama.

Uang dari Sumber Daya Alam

Untuk mencari konsep uang yang bisa bertahan lama, maka orang-orang berupaya mencari cara demi terbentuknya uang yang bisa digunakan dalam jangka waktu lama. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan sumber daya alam.

Dari daerah pesisir, komunitas manusia menggunakan cangkang kerang sebagai medium perdagangan. Ternyata penggunaan cangkang kerang sebagai uang tergolong lama. Sejarah mencatat lebih kurang selama 4000 tahun cangkang kerang bertahan sebagai uang. Bahkan, di era modern masih tercatat penggunaan cangkang kerang sebagai perantara perdagangan.

Cangkang kerang pernah digunakan sebagai medium perdagangan

Awal abad ke-20 saat Kerajaan Inggris menjajah Uganda, ada masyarakatnya yang masih membayar upeti dengan cangkang kerang.

Willem Janszoon, seorang pengelana asal Belanda mendarat di laut utara Pulau Papua sekira tahun 1906. Ia merekrut penduduk lokal sebagai penunjuk jalan. Sebagai upahnya, mereka meminta cangkang kerang untuk pembayaran jasa tersebut.

Seiring waktu, cangkang kerang akhirnya lenyap sebagai medium uang. Benda alam ini sangat mudah ditemukan, terutama bagi masyarakat pesisir. Selain itu, kerang memiliki berbagai varietas.

Di kawasan Afrika, Olivella nana paling banyak ditemukan di sana. Sementara di kawasan Timur Tengah, varietas Monetaria annulus lebih umum didapatkan. Di daerah Hindustan ada jenis Kaudi. Jenis Cypraea moneta terdapat di Kepulauan Polinesia.

Banyaknya cangkang kerang membuat uang tidak memiliki standar yang pasti. Oleh karena itu, terlintaslah dalam benak peradaban selanjutnya untuk membentuk uang dari logam.

Terbentuknya Uang dari Logam

Salah satu terobosan terbaru sebagai medium perdagangan adalah logam yang dapat dibentuk-bentuk dan diolah sedemikian rupa. Logam tersebut berupa emas dan perak. Kedua logam ini memiliki karakteristik dan sifat-sifat kimiawi yang ideal. Logam ini sangat awet, tahan lama, bisa diukur, dapat dipecah dan dibentuk kembali.

Uang koin dari emas dan perak pernah menjadi sejarah dari terbentuknya uang.

Beberapa peradaban telah menggunakan emas dan perak sebagai mata uang. Pada masa kejayaan Babilonia, logam ini secara sah digunakan oleh Raja Hammurabi (1755-1750 SM). Namun, sejarah mencatat bahwa koin emas pertama yang dicetak sebagai uang dilakukan oleh Raja Alyattes dari Kerajaan Lydia tahun 640 SM.

Selanjutnya koin emas dan perak semakin mendapatkan perhatian dari peradaban-peradaban lainnya di dunia. Puncak kepopuleran ini dicapai pada masa Kerajaan Romawi. Mereka menggunakan campuran logam emas dan perak menjadi mata uang kerajaan yang sah. Mata uang tersebut dinamakan dengan denari atau denarius. Istilah ini kelak dikenal dengan dinar.

Dari Koin Emas Menjadi Uang Kertas

Pemakaian kertas sebagai mata uang ternyata memiliki sejarah panjang tersendiri. Selain itu, di setiap negeri pun memiliki latar belakangnya masing-masing. Dinasti Tang di bawah kuasa Kaisar Tang Xuanzong (712-756 M) telah menerbitkan jiaozi. Mata uang kertas ini diyakini sebagai mata uang kertas pertama yang dicetak.

Pada masa Kubilai Khan (1271-1368 M), semua transaksi perdagangan dan keuangan diwajibkan menggunakan kertas jiaochao. Dengan pengaruh kekuasaannya, penggunaan kertas menjadi lebih banyak digunakan dibanding masa-masa sebelumnya. Pemakaian jiaochao berlangsung lama hingga munculnya sertifikat kepemilikan emas. Konsep ini kelak melahirkan sistem perbankan di Eropa.

Uang kertas menjadi alat pembayaran yang efektif dan praktis.

Terbentuknya uang kertas sebagai alat pembayaran ternyata memiliki efektifitas yang baik. Logam memiliki kelemahan karena sangat berat jika dibawa dalam jumlah banyak. Secara global, penggunaan uang kertas lebih ringkas, tidak memakan banyak tempat, mudah dibawa ke mana pun, dan tentunya tidak berat.

Uang kertas bisa dibawa ke mana saja, melintasi samudera, melewati daratan, hingga jauh ke benua-benua yang jarang terjamah. Transaksi pun semakin mudah dan cepat.

Meskipun demikian, penggunaan logam emas masih menjadi primadona pada masa itu. Dibentuknya sertifikat kepemilikan logam di mana sertifikat tersebut mendapat jaminan dari pemerintah setempat, sehingga proses transaksi dalam skala besar berlangsung dengan aman dan terpercaya. Inilah kelak yang memunculkan istilah fiat.

Namun, penggunaan uang kertas ternyata bisa dengan mudah disalahgunakan oleh penguasa. Jika suatu negeri dipimpin oleh diktator yang haus perang, maka uang terus dicetak untuk membiayai perang dan kepentingan politik sepihak. Hal ini menimbulkan ketidakstabilan ekonomi yang bisa menyebabkan kehancuran suatu negara.

Untuk menghindari hal tersebut, tahun 1887 terbentuklah perjanjian Single Gold Currency Treaty of 1887. Salah satu isi perjanjian adalah mewajibkan negara-negara di Eropa dan Amerika untuk menyimpan cadangan emas dari penerbitan uang kertas. Dengan adanya perjanjian tersebut, setidaknya bisa membatasi penyalahgunaan percetakan uang kertas.

Tapi perjanjian tersebut tidak berlangsung lama. Penguasa yang haus kekuasaan dan gila perang terus mencetak uang untuk biaya perang. Pada Perang Dunia I, negara-negara di Eropa melanggar standard gold tersebut karena dianggap membatasi. Akhirnya, mata uang fiat mengalami pelemahan.

Dolar dan Kedigdayaan Amerika

Pada Perang Dunia II, Amerika Serikat menjadi salah satu negara yang memiliki perekonomian kuat. Negara ini menjadi pemasok utama persenjataan bagi sekutu-sekutunya. Tahun 1944, lewat sebuah konferensi internasional, maka disepakatilah untuk pemulihan ekonomi negara sekitu pasca perang.

Amerika Serikat memiliki andil besar sehingga dolar Amerika menjadi satu-satunya mata uang yang dijadikan sebagai jaminan pasokan cadangan emas. Oleh karena itu, permintaan dolar Amerika semakin tinggi dan meningkat drastis. Amerika Serikat sangat diuntungkan melalui transaksi tersebut, sehingga muncullah istilah dolar sebagai emas baru.

Tapi, ada satu regulasi yang mengganjal Amerika Serikat pada masa itu. Standard Gold sangatlah membatasi pergerakan Amerika Serikat untuk penerbitan dolar. Apalagi pada masa itu, Amerika sedang mengalami berbagai tekanan, seperti terjadi Perang Dingin dengan Uni Soviet, kesalahan dalam kebijakan militer untuk Perang Vietnam, dan terjadinya defisit anggaran sehingga menimbulkan inflasi.

Dengan tegas, Presiden Richard Nixon akhirnya mengumumkan penghapusan Gold Standard. Dengan adanya pengumuman tersebut berarti juga mengakhiri kesepakatan Bretton Woods sehingga menjadi era baru bagi sebuah mata uang. Selanjutnya, nilai mata uang tidak lagi dijadikan jaminan atas kepemilikan emas, tetapi dibiarkan mengambang begitu saja (floating exchange rate).

Artinya sistem tersebut telah menjadikan mata uang suatu negara menjadi mata uang fiat di mana nilai tukar akan dipengaruhi oleh tingkat kepercayaan masyarakat dan dunia. Nilai tukar mata uang juga dipengaruhi oleh faktor kedaulatan dan otoritas negara yang menerbitkannya.

Terbentuknya Uang Berbasis Blockchain

Kemajuan teknologi juga ikut memberikan dampak terhadap perkembangan mata uang. Untuk kemudahan transaksi, kini uang dalam bentuk elektronik semakin banyak diminati oleh masyarakat. Uang dalam bentuk digital bahkan telah menguasai seluruh dunia di mana sebanyak 90% uang digital beredar di masyarakat. Sisanya hanya uang dalam bentuk fisik berupa uang kertas maupun logam.

Mata uang berbasis blockchain menjadi alternatif bagi perkembangan mata uang digital.

Perkembangan selanjutnya telah tiba di era Bitcoin. Seorang ahli kriptografi dengan nama samaran Satoshi Nakamoto berhasil menyempurnakan konsep mata uang digital pada tanggal 31 Oktober 2008. Konsep ini membuat transaksi digital semakin transparan dan bisa dijalankan oleh semua pihak yang telah terverifikasi. Selain itu mata uang berbasis blockchain memiliki kelangkaan dan distribusinya terbatas.

Sistem mata uang berbasis blockchain menjadi alternatif bagi perkembangan mata uang digital. Sistem ini menawarkan layanan secara otomatis tanpa ada pihak pengendali terpusat, diawasi oleh pihak independen, transaksi langsung selama 24 jam, transparan dan tanpa intervensi dari pemerintah.

Artinya penggunaan mata uang blockchain ini menjadi daya tarik baru sebagai investasi masa depan. Tapi pergerakan mata uang blockchain sangat fluktuatif dan sulit ditebak. Jadi, bagi yang ingin berinvestasi dengan Bitcoin dan sejenisnya, maka perlu melakukan riset secara mendalam, hati-hati, dan bersabar. []

Follow, like, and share -->
Pin Share

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *